
Jakarta, 16 Juni 2025 – Langkah hukum yang ditempuh Vivi Nurhidayah, eks pemain Oriental Circus Indonesia (OCI), mengalami perkembangan baru. Setelah sebelumnya melaporkan dugaan eksploitasi ke Mabes Polri, Vivi memutuskan mencabut gugatan praperadilan terkait penghentian penyidikan kasus lama yang terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam sidang kedua yang berlangsung pada Senin, 16 Juni 2025, pengacara Vivi, Muhammad Sholeh, mengonfirmasi bahwa kliennya resmi menarik gugatan praperadilan atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari tahun 1997.
“Karena yang melaporkan di tahun 1997 adalah Vivi,” kata Sholeh saat dihubungi via Whatsapp.
Sholeh menjelaskan bahwa pencabutan ini dilakukan secara resmi di hadapan hakim, yang telah menerima surat pencabutan dari Vivi. Dengan kehadiran Vivi di pengadilan, gugatan terhadap Taman Safari Indonesia (TSI) dan OCI pun batal dilanjutkan.
“Kita sebagai pengacara tentu tidak bisa apa-apa,” ujar Sholeh.
Ia menambahkan, keputusan itu diambil karena adanya kesepakatan damai antara Vivi dengan pihak TSI dan OCI. Vivi juga disebut telah menerima kompensasi, meski nominalnya belum diketahui oleh tim kuasa hukum.
“Besarannya berapa saya tidak tahu,” katanya.
Sholeh mengaku sebelumnya telah mendengar kabar tentang rencana damai tersebut, namun baru kali ini mendapat konfirmasi langsung dari Vivi. Alasan pribadi juga turut memengaruhi keputusan Vivi untuk mundur dari proses hukum.
“Dia sudah lelah,” ucap Sholeh.
Tak hanya Vivi, menurut Sholeh, satu korban lain yang sebelumnya aktif menyuarakan kasus ini juga memutuskan berdamai. “Dulunya dia ikut podcast dan masuk TV, akhirnya damai juga,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Sholeh menyayangkan langkah ini. Ia menegaskan bahwa perjuangan hukum belum berakhir. Timnya tetap berkomitmen melanjutkan upaya hukum bersama korban lainnya yang belum berdamai.
“Karena perjuangan ini kan masih panjang,” tutur Sholeh.
Ia juga memastikan bahwa pihaknya akan kembali mengajukan praperadilan karena masih ada korban-korban lain yang mengalami penderitaan serupa di masa lalu.
“Anda kan juga tahu bahwa banyak korban yang lain sehingga kita akan mengajukan gugatan praperadilan lagi,” ujar Sholeh.
Menurutnya, para korban lain memiliki legitimasi untuk menempuh jalur hukum, sebagaimana diatur dalam KUHP. Sholeh menyebut bahwa mereka juga mengalami penyiksaan, kerja paksa tanpa upah, kehilangan identitas, dan tidak mendapatkan pendidikan layak.
Dalam waktu dekat, Sholeh dan timnya akan membawa perkara ini ke Kementerian Hukum dan HAM. Mereka mendesak pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut kasus dugaan eksploitasi di OCI secara menyeluruh. (Redaksi)